April 30, 2012

Pemijahan buatan(Induced Breeding)


Pemijahan buatan(Induced Breeding)

Umur induk betina lele sangkuriang siap dipijahkan berumur > 1 tahun, massa (0,7 – 1) kg dengan panjang standar (25 – 30) cm, sedangkan induk jantan antara lain yaitu berumur > 1 tahun, massa (0,5 – 0,75) kg, dengan panjang standar (30 – 35) cm. Induk betina yang sudah matang gonad, secara fisik ditandai dengan perut yang membesar dan lembek, tonjolan alat kelamin membulat dengan warna merah keungu-unguan dan tampak membesar, bila dilihat secara kasat mata warna telur terlihat hijau tua bening atau coklat kehijau-hijauan, tulang kepala agak meruncing, gerakannya lamban. Sedangkan induk jantan ditandai dengan warna tubuh yang lebih mencolok dari betina yaitu terlihat kemerah-merahan pada bagian sirip punggung (dorsal), dengan bentuk genital yang meruncing dan memanjang melebihi ujung sirip anal yang letaknya berdekatan dengan anus, tulang kepala lebih mendatar (pipih) dibanding induk betina, perut tetap ramping dan gerakannya yang lincah. Jika diurut secara perlahan pada bagian kelaminnya, akan mengeluarkan cairan putih susu yang kental, cairan itulah yang dinamakan sperma. 

lele sangkuriang mulai dapat dijadikan induk pada umur (8 – 9) bulan dengan massa minimal 500 gram. Telur akan menetas dalam tempo 24 jam setelah memijah dengan kemampuan memijah sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Menurut Prihartono, dkk (2000), tanda-tanda induk jantan yang telah siap memijah diantaranya alat kelamin tampak jelas (meruncing), perutnya tampak ramping, jika perut diurut akan keluar spermanya, tulang kepala agak mendatar dibanding dengan betinanya, jika warna dasar badannya hitam (gelap), warna itu menjadi lebih gelap lagi dari biasanya. Sedangkan untuk induk betina alat kelaminnya bentuknya bulat dan kemerahan, lubangnya agak membesar, tulang kepala agak cembung, gerakannya lamban, warna badannya lebih cerah dari biasanya.

pemijahan secara buatan (Induced Breeding). Pemijahan buatan menggunakan induk jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3 (1 induk jantan, 3 induk betina). Pemijahan buatan dilakukan dengan penyuntikan hormon perangsang (ovaprim) yang bertujuan untuk mempercepat proses ovulasi pada induk betina. Dosis hormon ovaprim yang digunakan adalah 0,2 ml/kg induk ikan yang diencerkan dengan menambahkan larutan Sodium Chloride 0,9% untuk seluruh jumlah induk ikan. Metode pemijahan dengan cara induce breeding. bila menggunakan ovaprim dosisnya 0,3 ml/kg induk; streeping, induk jantan dan induk betina pada pemijahan ini harus dipisahkan. Setelah (10-12) jam dari penyuntikan, induk betina siap di-streeping.

Berdasarkan hasil penimbangan induk selama praktek, diperoleh data massa induk betina sebesar 13 kg yang berasal dari 12 ekor jumlah induk dengan massa telur sebesar 1 kg. Setelah data massa induk diperoleh, maka diketahui jumlah hormon ovaprim yang dibutuhkan yaitu sebanyak 2,6 ml. Untuk campuran homon ovaprim dan sodium chloride diperlukan dosis sebanyak 0,5 ml/ekor, maka jumlah campuran yang dapat diperoleh adalah 6 ml. Dari perhitungan sebelumnya, maka diketahui jumlah sodium chloride yang digunakan adalah 3,4 ml. Waktu antara penyuntikan dengan ovulasi yaitu (10 – 12) jam tergantung suhu inkubasi induk (suhu selama praktek + 230C). Penyuntikan dilakukan pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB sehingga proses pengeluaran telur (streeping) dapat dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB hal ini bertujuan agar hasil streeping yang dihasilkan dapat maksimal, karena suhu air pada pagi hari relatif stabil sehingga tingkat stress yang ditimbulkan pada induk relatif kecil dan untuk mempermudah mengamati ovulasi. Penyuntikan dilakukan 1 kali secara intramuskular, yaitu penyuntikan pada bagian otot punggung induk lele sangkuriang.

Streeping dan Pembuahan 


Pada selang waktu (10–12) jam setelah penyuntikan dilakukan pemeriksaan terhadap induk betina dan dinyatakan ovulasi. Setelah itu, segera dilakukan penyediaan cairan sperma. Penyediaan cairan sperma dilakukan dengan pengambilan kantong sperma dengan jalan pembenahan. Induk jantan dibedah dengan menggunakan gunting dari arah genital ke arah kepala, kemudian kantong sperma diambil dan dibersihkan dengan menggunakan kertas tissu. Sperma dikeluarkan dengan cara menggunting kantong sperma pada bagian sisinya, lalu diperas dan diencerkan dengan menggunakan larutan Sodium Chloride 0,9%. Perbandingan yang digunakan yaitu 250 ml Sodium Chloride 0,9% untuk sperma yang berasal dari 1 ekor induk jantan. 

Setelah larutan sperma siap, dilakukan pengeluaran telur dengan cara pengurutan. Pada bagian kepala dipegang dengan menggunakan kain lap agar tidak licin, kemudian bagian perut diurut dari dada ke arah genital secara perlahan-lahan (Streeping). Telur yang keluar ditampung dalam wadah plastik yang bersih dan kering. Fekunditas telur yang dihasilkan induk lele sangkuriang setelah dilakukan sampling adalah 138 butir dalam 0,22 gram. Setelah dikonfersikan diketahui jumlah telur sebanyak 627.273 butir/kg telur atau sekitar 52.273 butir/ekor induk.

Sperma yang telah tersedia dicampurkan dengan telur dan diaduk menggunakan bulu ayam. Setelah teraduk merata tuangkan air secukupnya kemudian digoyang-goyangkan lagi secara perlahan. Pemberian air diperlukan untuk mengaktifkan sperma karena saat dalam larutan fisiologis sperma belum aktif, membuka mikrofil pada telur ikan, dan untuk membersihkan telur dari sisa-sisa sperma yang tidak aktif/mati. 

ovulasi adalah puncak dari kematangan gonad, dimana telur yang telah masak harus dikeluarkan dengan cara dipijit pada bagian perut (streeping). Induk jantan diambil spermanya melalui pembedahan. Pencampuran telur dan sperma dilakukan dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur tercampur merata. Untuk meningkatkan pembuahan, maka telur dan sperma dapat ditambahkan dengan garam dapur sebanyak 4000 ppm sambil diaduk dan ditambahkan air sedikit demi sedikit. Setelah tercampur kemudian dilakukan pembersihan dengan penggantian air sebanyak (2-3) kali. Telur yang dibuahi akan mengalami pengembangan dengan ukuran telur yang terlihat lebih besar dan berwarna hijau tua, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih.

Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan pada hapa berukuran (2x1x0,2) m3 yang dipasang pada bak persegi panjang berukuran (4x2x0,8) m3 yang sebelumnya telah diisi air setinggi 50 cm. Kemudian hapa diberi pemberat berupa besi behel ukuran 5 mm, berbentuk persegi panjang seperti dasar hapa. Hapa penetasan dialiri air secara terus menerus dengan debit air 40 ml/detik, selain itu juga bak penetasan diberi aerasi sebagai penyuplai oksigen.

Sebelum telur ditebar, terlebih dahulu dilakukan pencucian telur dari sisa sperma, dan diambil beberapa butir telur untuk dijadikan sample penghitungan telur yang tidak dibuahi, telur yang dibuahi tapi rusak, serta daya tetas telur (HR) sebanyak 723 butir dalam wadah sampling yang terpisah. Telur ditebar secara merata di dalam 4 hapa dengan padat tebar sekitar 156.818 butir/hapa dan menetas sekitar (30–36) jam setelah pembuahan pada suhu (23–24)oC. 

Selama masa inkubasi, kondisi telur terus diamati. Pengamatan dilakukan untuk melihat telur yang tidak dibuahi, telur yang dibuahi tapi rusak, dan daya tetas telur (HR). Untuk mengetahui kondisi telur yang tidak dibuahi dapat diketahui pada jam ke-8 setelah penebaran telur, kondisi itu dapat diketahui dengan melihat warna telur yang berubah menjadi putih. Sedang untuk mengetahui kondisi telur yang dibuahi tapi kemudian rusak/gagal dapat diketahui setelah telur menetas. 

penetasan telur dilakukan di dalam bak berukuran (2x1x0,3) m3 dan ketinggian air sekitar (30 – 40) cm. Biasanya telur – telur akan menetas selama (1 – 2) hari setelah pemijahan pada suhu (25-30)0C. Kondisi air yang hangat akan semakin meningkatkan daya tetas telur (>90%). Dari hasil pengamatan sample selama PKL sebanyak 723 butir diketahui telur yang tidak tidak dibuahi sebanyak 6 butir (0,83%), telur yang dibuahi tapi rusak sebanyak 11 butir (1,52%), dan telur yang berhasil menetas sebanyak 706 butir (97,65%). Total keseluruhan telur yang menetas adalah sebanyak 612.532 butir. Dari hasil sample yang ada menunjukkan bahwa, walaupun pada suhu di bawah 250C (23-24)0C jika ditunjang dengan kualitas induk dan telur yang baik maka HR yang dihasilkan dapat maksimal.

No comments:

Post a Comment